1.
Dialek Bahasa Bali
Dataran
Dialek
Bahasa Bali Dataran ini dapat pula dibagi menjadi variasi dialektis yang lebih
kecil, yang pada umumnya hasil pembagian ini sejajar dengan hasil pembagian
Daerah Tingkat I Propinsi Bali menjadi delapan daerah tinkat II kabupaten
secara administrasi. Artinya secara dialek pun Bahasa Bali Dataran ini dapat
dibagi menjadi delapan variasi dialek yang batas-batasannya dianggap sama
dengan batas daerah kabupaten. Sebenarnya sudah disadari bahwa batas dialek
sulit ditentukan dengan pasti. Batasan dialek yang satu dengan yang lain saling
menyelusupi, sehingga terjadi batas yang kabur.
Walaupun
disadari adanya batas yang sulit ditentukan secara pasti itu, tetapi untuk
kepentingan analisa selanjutnya batas administrasi kabupaten itu akan dipakai
sebagai landasan kerja dalam pembicaraan dialek ini.
Dialek
Buleleng, Karangasem, Klungkung, dan Bangli memiliki persamaan dalam ciri-ciri
pembentukan proses morfologis, terutama dalam imbuhan (affixes). Tetapi
ciri-ciri unsur lagu bicara (cirri-ciri prosodi) agak berlainan sedikit.
Dialek
Badung, Gianyar, dan Tabanan juga memiliki persamaan dalam bidang imbuhan
(affixes) sehingga menimbulkan pula persamaan dalam proses afiksasi.
Perbedaannya juga terdapat dalam unsur lagu bicara (ciri-ciri prosodi) dan
sedikit pada jumlah kosa kata masing-masing dialek.
Dialek
Jembrana memiliki tempat tersendiri, yang sulit di golongkan ke dalam dua
golongan dialek yang telah dikelompokkan di atas.
2. Perbedaan Dialek Buleleng/Klungkung (BB
Baku) dengan Dialek Badung
a.
Proses afiksasi dengan sufik –in sebagai
pembentuk kata kerja pasif
Morfem dasar
|
Morfem terikat
|
Dialek Buleleng
|
Dialek Badung
|
Artinya dalam BI
|
/orah/
|
-in
|
/orahin/
|
/orin/
|
‘Beritahu’
|
/ajah/
|
-in
|
/ajahin/
|
/ajin/
|
‘Ajari’
|
/ambah/
|
-in
|
/ambahin/
|
/ambin/
|
‘Jalani’
|
/umbah/
|
-in
|
/umbahin/
|
/umbin/
|
‘Cucikan’
|
/kənə/
|
-in
|
/kənain/
|
/kənin/
|
‘Kenai’
|
/təkə/
|
-in
|
/təkain/
|
/təkin/
|
‘Datangi’
|
Proses
afiksasi dengan sufik {-in} dalam dialek Buleleng tidak mengalami perubahan bentuk. Sedangkan dalam
dialek Badung, bila suatu kata dasar yang berakhir dengan –a/ah mendapat sufik
{-in}, maka –a/ah itu akan luluh (hilang) sehingga {-in} langsung melekat pada
dasar dengan kehilangan unsur –a/ah-nya tersebut.
b.
Proses afiksasi dengan
sufik {-ang} sebagai pembentuk kata kerja dalam dialek Buleleng, pada dialek
Badung didapati dengan sufik {-an}
Contoh :
Ø Dialek
Buleleng : # /jəmakaṇ bajune ənto/ # ‘ambilkan baju itu’
Ø Dialek
Badung : # /jəmakaṇ baju ənto/ # ‘ambilkan baju itu’
c. Proses
afiksasi dengan sufik {-ne} sebagai pembentuk kata benda yang tertentu
(definite) dalam dialek Buleleng, dalam dialek Badung didapati dalam bentuk {ə}
atau kadang-kadang sama sekali tak berimbuhan,
Contoh
:
Ø Dialek
Buleleng : # /mejane ənto abanə mulih/ # ‘meja itu dibawa pulang’
Ø Dialek
Badung : # / mejə (ə) ənto abə (ə) mulih/ # ‘meja itu dibawa pulang’
d. Proses afiksasi dengan sufik {-ə} sebagai
pembentuk kata kerja pasif dalam dialek
Buleleng, dalam dialek Badung didapati dalam bentuk {-ə} dengan tanpa bentuk
alomorf {-nə}, atau kadang-kadang tidak muncul sama sekali.
e.
Dalam bidang intonasi antara
dialek Buleleng dengan dialek Badung juga menunjukan perbedaan. Banyak orang
mengatakan cara pengucapan orang-orang dari daerah Buleleng dianggap “lebih
keras” dibandingkan dengandialek Badung yang dianggap “lebih lembut”. Oleh
karena itu perbedaan unsure intonasi tersebut terletak pada tekanan dinamiknya.
3. Perbedaan Antara Dialek
Kelungkung/Buleleng sebagai BBB dengan Dialek Gianyar
Dialek
Gianyar ini banyak memiliki persamaan dengan dialek Badung dalam bidang
imbuhan.
a.
Proses afiksasi dengan sufik
{-in}
Morfem
dasar
|
Sufik
|
Dialek
Buleleng
|
Dialek
Gianyar
|
Bahasa
Indonesia
|
/kena/
|
-in
|
/kenain/
|
/kenein/
|
‘kenai’
|
/ajah/
|
-in
|
/ajahin/
|
/ajin/
|
‘ajari’
|
/orah/
|
-in
|
/orahin/
|
/orin/
|
‘beritahu’
|
/benah/
|
-in
|
/benahin/
|
/benin/
|
‘perbaiki’
|
Melihat
contoh-contoh diatas jelas bahwa dialek Badung dalam pembubuhan sufik{-in} pada
morfem dasar (proses afiksasi sufik {-in}) mirip dengan dialek Gianyar. Cuma
pada dialek Gianyar morfem dasar yang berakh dengan bunyi –a/ah bila diberi
sufik {-in} kadang-kadang terdengar {-ein}, kadang-kadang {-in}, dengan
kehilangan unsure bunyi –a/ah pada morfem dasar.
b. Proses
afiksasi dengan sufik {-ang}
Proses
afiksasi dengan sufik {-ang} dalam dialek Gianyar juga mirib dengan dialek
Badung, hanya saja dalam dialek Gianyar kadang-kadang muncul kadang-kadang
tidak. Perwujudannya baik di Badung maupun di Gianyar dalam bentuk –an sedang
dalam bentuk BBB selalu berbentuk –ang sebagai sufik pembentuk kata kerja yang
berarti “mengerjakan pekerjaan untuk orang lain”.
Contoh
:
Ø Dialek
Buleleng # /jəmakaṇ bajune ənto/ # ‘ambilkan baju itu’
Ø Dialek
Gianyar # /jəmakan baju toto/ #
‘ambilkan baju itu’
c. Proses
afiksasi dengan sufik {-ne} sebagai pembentuk kata benda tertentu (definite)
mirip dengan dialek Badung.
Contoh
:
Ø Dialek
Buleleng : # /bajune ənto barak/ # ‘baju itu merah’
Ø Dialek
Gianyar : # /baju (ə) to barak/ # ‘baju itu merah’
d. Proses
afiksasi dengan sufik {-ə} sebagai bentuk kerja pasif.
Dalam
dialek Buleleng (BBB) mempunyai alomorf {-nə} bila mengikuti morfem dasar yang
berakhir dengan vokal (bukan tertutup konsonan).
Dalam
dialek Gianyar, begitu juga dengan dialek Badung, sufik {-ə} itu kadang-kadang
muncul, kadang-kadang tidak. Kalaupun muncul tidak pernah punya alomorf /-nə/
seperti BBB.
Ø Dialek
Buleleng : # /mejane ənto abanə mulih/ # ‘meja itu dibawa pulang’
Ø Dialek
Gianyar : # /mejə (ə) to abə (ə) mulih/ # ‘meja itu dibawa pulang’
e. Proses
afiksasi dengan sufik {-an} sebagai bentuk kata benda yang menyatakan lebih.
Dalam
dialek Buleleng (BBB) sufik {-an} itu mempunyai alomorf /-nəṇ/ bila mengikuti
morfem dasar yang berakhir dengan vocal.
Dalam
dialek Gianyar, sufik itu muncul dalam bentuk {-əṇ} dengan tekanan yang lemah
pada suku kata akhir, dengan bentuk alomorf /-nəṇ/ bila mengikuti morfem dasar
yang berakhir dengan vocal.
Contoh
:
Ø Dialek
Buleleng (BBB) : # /barakan buṇane ənto təken ne/ # ‘lebih merah bunga itu
dibandingkan ini’
Ø Dialek
Gianyar : # /barak’əṇ buṇə (ə) to ken ne/ # ‘lebih merah bunga itu dibandingkan
ini’
f. Perbedaan
dalam tekanan dan intonasi.
Dalam
dialek Buleleng (BBB), dialek Gianyar dan dialek lainnya, tekanan tidak
bersifat fonemis (tidak membedakan arti).
Dalam
dialek Buleleng (BBB) tekanan jatuh pada suku akhir, baik kata yang dua suku
maupun yang tiga suku kata. Tetapi dalam dialek Gianyar kata-kata yang terdiri
dari tiga suku kata tekanan terletak pada suku kedua
Dialek
Jembrana memiliki tempat tersendiri, yang sulit di golongkan ke dalam dua
golongan dialek yang telah dikelompokkan di atas. Perbedaaan cirri khusus
dialek ini adalah terletak pada kesamaran hadirnya fonem konsonan, terutama
fonem konsonan /n/ pada distribusi akhir. Kata [peṇkolan] ‘tikungan’, dialek
Buleleng dan dialek daerah lain, bagi dialek Jembrana diucapkan [peṇkola]
‘tikungan’. Kata [macaplagan] ‘tubrukan’, dialek Buleleng dan dialek lainnya,
bagi dialek Jembrana [məcaplaga] ‘tubrukan’.
Secara regional bahasa bahasa Bali
dibagi menjadi dua, yaitu Dialek Bali Aga dan Dialek Bahasa Bali Dataran
merupakan. Dialek Bahasa Bali Dataran ini dapat pula dibagi menjadi variasi
dialektis yang lebih kecil, yang pada umumnya hasil pembagian ini sejajar
dengan hasil pembagian Daerah Tingkat I Propinsi Bali menjadi delapan daerah
tinkat II kabupaten secara administrasi. Artinya secara dialek pun Bahasa Bali
Dataran ini dapat dibagi menjadi delapan variasi dialek yang batas-batasannya
dianggap sama dengan batas daerah kabupaten.
Dialek yang ada di setiap kabupaten
memiliki perbedaan, baik dari segi imbuhan (affexis) maupun dari intonasinya.
Dialek
Dialek Buleleng, Karangasem, Klungkung, dan Bangli memiliki persamaan dalam
ciri-ciri pembentukan proses morfologis, terutama dalam imbuhan (affixes).
Tetapi ciri-ciri unsur lagu bicara (cirri-ciri prosodi) agak berlainan sedikit
dan dialek bahasa Buleleng dan Klungkung disepakati sebagai Bahasa Bali Baku
(BBB).
Dialek
Badung, Gianyar, dan Tabanan juga memiliki persamaan dalam bidang imbuhan
(affixes) sehingga menimbulkan pula persamaan dalam proses afiksasi.
Perbedaannya juga terdapat dalam unsur lagu bicara (ciri-ciri prosodi) dan
sedikit pada jumlah kosa kata masing-masing dialek.
Sedangkan Jembrana memiliki tempat
tersendiri, karena sulit di kelompokan kedalam dialek bahasa lainnya.
dimana dapat sumber teori diatas kak?
BalasHapus